Modul Pelatihan Meningkatkan Kemampuan Berempati



MODUL PELATIHAN PERSONALITY
“MENINGKATKAN KEMAMPUAN BEREMPATI”








https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFjjo7G4b1fTXJEJI0s75WT6PabOJXuz6POq5IoK7g5zhAc71L7OeFtytAUFMz54sL03pVsY9W4YUPq1vngi31i85MwCWEeLAE4D7jkkk6NSUjTPJbn9Bhm8uxcn_ETCjMktnwMbrkBOw/s1600/Logo+STTKD.png



Disusun oleh :
                                                Alvin Anggara Putra               150309172
                                                Ovi Dewi Utaminingrum        150109112
                                                Pegy Cintya Devi                     150309108
                                                Hario Wibisono                        150309184
                                                Wira Sandi Tama                     150109078




TAHUN AJARAN 2017/2018
SEKOLAH TINGGI TEKHOLOGI KEDIRGANTARAAN




 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Empati suatu istilah umum yang dapat digunakan untuk pertemuan, pengaruh dan interaksi di antara kepribadian-kepribadian. “ Empati ” merupakan arti dari kata “einfulung” yang dipakai oleh para psikolog Jerman. Secara harfiah ia berarti “merasakan ke dalam”. Empati berasal dari kata Yunani “pathos”, yang berarti perasaan yang mendalam dan kuat yang mendekati penderitaan, dan kemudian diberi awalan “in”. Kata ini paralel dengan kata “ simpati “. Tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Bila simpati berarti merasakan         bersama dan  mungkin mengarah pada sentimentalitas, maka empati mengacu  pada  keadaan identifikasi kepribadian yang lebih mendalam kepada seseorang, sedemikian sehingga seseorang yang berempati sesaat melupakan/ kehilangan identitas dirinya sendiri. Dalam proses empati yang  mendalam  dan  misterius  inilah berlangsung  proses pengertian, pengaruh dan bentuk hubungan antar  pribadi  yang  penting  lainnya.
Menurut Rogers dalam  Konseling dan Psikoterapi (Gunarsa Singgih, 1992, hal. 72), empati  bukan  hanya  sesuatu  yang  bersifat  kognitif  namun  meliputi emosi dan pengalaman.  Juga diartikan sebagai usaha menglami dunia klien sebagaimana klien mengalaminya.  Karena itu, seorang  kenselor harus berusaha memahami pengalaman klien dari sudut klien itu sendiri. Dalam makalahnya yang berjudul “The Necessary and Sufficient Conditions of Therapeutic Personality Change” (Kondisi Yang Harus Terjadi Dan Cukup Bagi Perubahan Pada Klien), Rogers mengemukakan  tentang emphatic  understanding, yakni kemampuan untuk memasuki dunia pribadi orang.  Emphatic understanding merupakan salah satu dari tiga atribut yang harus dimiliki oleh seorang  terapis dalam  usaha  mengubah perilaku  klien. Atribut yang  lain yaitu kewajaran  atau  keadaan  sebenarnya (realness)  dan menerima (acceptance)  atau  memperhatikan (care).

B.     Tujuan Pelatihan
1.      Meningkatkan  kemampuan berempati bagi individu melalui penerapan tips yang akan diberikan .
2.      Meningkatkan kemampuan berempati  antar anggota kelompok melalui materi dan games yang akan diberikan

C.     Materi
1.      Tips dan Penerapan untuk meningkatkan berempati bagi individu
2.      Pelatihan berempati bagi kelompok melalui games games
D.    Waktu
            60 menit

E.     Peralatan dan Fasilitas
Adapun peralatan dan fasilitas yang digunakan dalam pelatihan ini
A.    Peralatan
-          Pelatihan   : LCD, Laptop, video, speaker
-          Peserta       : -
-          Narasumber: Notes.

F.      Metode
Penjelasan materi untuk meningkatkan berempati bagi individu beserta penerapannya, Pelatihan untuk meningkatkan rasa saling memahami .

G.    Prosedur
1.      Memperkenalan narasumber .
2.      Pemutaran video kepada para peserta.
3.      Mengajak interaksi kepada para peserta.
4.      Masuk materi inti yaitu penjelasan narasumber tentang meningkatkan kemampuan berempati sekaligus penutupan pelatihan.

H.    Rancangan Pelatihan
WAKTU
DURASI
SLOT
14.20-14.25
5 Menit
Mempersiapkan pelatihan
14.25-14.40
10 menit
Memperkenalkan narasumber dan memulai memutar video
14.40-14.55
20 menit
Memulai interaksi dengan para peserta pelatihan sekaligus melakukan games..
14.55-15.15
25 menit
Acara inti narasumber menerangkan materi tentang meningkatkan kemampuan berempati dan penutupan pelatihan


I.       PEMBAGIAN SESI
1.      SESI I
Sesi pertama adalah pengenalan narasumber dan juga pemutaran video. Pemutaran video diawal berguna untuk menarik perhatian para peserta sehingga fokus terhadap jalannya pelatihan. Video yang diputar juga masih berhubungan dengan rasa empati. Setelah pemutaran video, peserta akan diajak menghayati tentang video yang telah di tampilkan, kemudian narasumber meminta pendapat kepada peserta tentang pemutaran video tersebut dan juga peserta akan diajak maju kedepan beberapa orang, lalu salah seorang peserta akan diminta melihat ekspresi temannya setelah melihat video tersebut dan mengungkapkan pendapat yang sedang dirasakan oleh temannya. Hal ini bertujuan agar temannya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh temannya, hal ini juga nantinya akan menumbuhkan rasa empati terhadap sesamanya.
2.      SESI II
Sesi kedua adalah sesi penyampaian materi yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang meningkatkan komunikasi untuk pada peserta. Adapun materi yang dipakai adalah sebagai berikut :
Empati berbeda dangan simpati. Perasaan simpati sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang menggambarkan perasaan seseorang kepada orang lain. Beda antara empati dan simpati adalah, bahwa simpati lebih memusatkan perhatian pada perasaan diri sendiri bagi orang lain, sementara itu perasaan orang lain atau lawan bicaranya kurang diperhatikan. Sedangkan empati lebih memusatkan perasaanya pada kondisi orang lain atau lawan bicaranya. Empati juga hubungan dengan bagaimana orang lain merasakan diri saya, baik masalah saya maupun lingkungan saya.
Kata empati mengandung makna bahwa seseorang mencoba untuk mengerti keadaan orang lain sebagaimana orang tersebut mengertinya dan menyampaikan pengertian itu kepadanya (Hansen, dkk, 1982). Empati bearti masuk ke dalam diri seseorang dan melihat keadaan diri sisi orang tersebut, seolah-olah ia dalah orang itu.
Berempeti tidak hanya dilakukan dalam memahami perasaan orang lain semata, tetapi harus dinyatakan secara verbal dan dalam bentuk tingkah laku. Tiga tahap dalam berempati menurut Garda, dkk., (1991) adalah:
1.      Tahap pertama, mendengarkan dengan seksama apa yang diceritakan orang lain, bagaimana perasaannya, apa yang terjadi pada dirinya.
2.      Tahap kedua, menyusun kata-kata yang sesuai untuk menggambarkan perasaan dan situasi orang tersebut.
3.      Tahap ketiga, menggunakan susunan kata-kata tersebut untuk mengenai orang lain dan berusaha memahami perasaan serta situasinya.
Proses ini tidaklah mudah, tetapi jika sering dilakukan akan menjadi terbiasa (otomatis). Respon-respon empati akan berpengaruh terhadap orang yang diberi empati. Orang tersebut merasa didengarkan, diperhatikan, dipahami masalahnya, dan dihargai 

                        Peran Empati dalam Perkembangan Moral
Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka seseorang kepada emosi diri sendiri, semakin ia membaca perasaan (Golemen, 1997). Kegagalan untuk medapat perasaan orang lain, merupakan kekurangan utama dalam kecerdasan emosional, dan catatab yang menyedihkan sebagai seorang manusia. Setiap hubungan yang merupakan akar kepedullian berasal dari penyesuaian emosional, dari kemampuan untuk berempati, yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain dan ikut berperan dalam pergulatan dalam kehidupannya. Tiadanya empati juga sangat nyata, yaitu terlihat pada psikopat criminal, pemerkosaan, pemerkosaan anak-anak.

Hidup Tanpa Empati Adalah Kejahatan
Empati mendasari banyak segi tindakan dan pertimbangan moral. Oleh jika seseorang tidak memiliki rasa empeti pada sesame kemungkinan banyak yang bias terjadi adalah, dia akan bertindak semuanya saja kepada orang lain. Mereka yang tidak punya empeti ini memiliki potensi untuk melakukan “tindak kejahatan” kepada orang lain, karena mereka hanya menggunakan pertimbangan pikirannya sendiri, yang sangat “egois” maunya benar sendiri.
Jika seseorang sudah mulai bertindak dengan cara semau gue, dengan tidak mau mengerti kepentingan orang lain, maka tentu saja itu sudah merupakan tidakan kejahatan secra “psikis” karena bias menyakiti perasaan orang lain, den secara “fisik”, karena kemungkinan besar dia bias menyakiti tubuh atau fisik orang lain. Ketiadaan empeti ini sangat nyata terdapat pada diri pelaku tindak kejahatan seperti, “psikopat” yaitu “orang yang tidak pernah perasaan bersalah dan menyesal maupun mali, serta melakukan kejahatan”, atau pemerkosa, atau “kejahatan dalam rumah tangga”. Sangat banyak temuan-temuan “psikologis” yang menunjukkan, bahwa para pelaku kejahatan pada umumnya memang tidak mempunyai rasa empeti dan mereka ini dinamakan “psikopat”. Ketidakmampuan mereka untuk merasakan penderitaan korbanya ini, memungkinkan mereka melontarkan kebohongan-kebohongan kepada dirnya sendiri maupun kepada orang lain, sebagai pembedaan atas kejahatannya. 

Kemampuan Empati
Goleman (1997) menyatakan ada 3 (tiga) karakteristik kemampuan empati yaitu :
1.      Mampu menerima sudut pandang orang lain
Individu mampu membedakan antara apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri. Dengan perkembangan aspek kognitif seseorang, kemampuan untuk menerima sudut pandang orang lain dan pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih lengkap dan akurat sehingga ia akan mampu memberikan perlakuan dengan cara yang tepat.
  1. Memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain
Individu mampu mengidentifikasi perasaan-perasaan orang lain dan peka terhadap hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui pesan non verbal yang ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak-gerik dan ekspresi wajah. Kepekaan yang sering diasah akan dapat membangkitkan reaksi spontan terhadap kondisi orang lain, bukan sekedar pengakuan saja.
  1. Mampu mendengarkan orang lain
Mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan yang perlu dimiliki untuk mengasah kemampuan empati. Sikap mau mendengar memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan orang lain dan mampu membangkitkan penerimaan terhadap perbedaan yang terjadi.

 Cara Menumbuhkan Empati
Empati sering juga disebut dengan kepedulian. Yakni kesanggupan untuk peka terhadap kebutuhan orang lain, kesanggupan untuk turut merasakan perasaan orang lain serta menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Peduli atau empati tak berhenti sampai di situ, tapi dilanjutkan dalam tahap menanggapi dan melakukan perbuatan yang diperlukan orang lain. Untuk dapat bersikap peka dan peduli dibutuhkan tingkat kematangan kepribadian tertentu.
Ada beberapa langkah praktis agar kita bisa belajar menanamkan rasa empati dan peduli:
1.      Kenali Perasaan Sendiri
Prosesnya adalah dengan meraba dan menghayati berbagai perasaan yang berkembang dalam diri seperti sedih, gembira, kecewa, bangga, terharu dan sebagainya. Mengenali perasaan sendiri merupakan bagian dari tuntutan kecerdasan emosi. Orang yang mengenali perasaan diri, biasanya mampu mengendalikan emosinya, sehingga ia tidak melakukan tindakan gegabah saat mendapati kenyataan di luar dirinya yang berbeda dengan keinginannya.
2.      Sediakan Waktu Mneyendiri untuk Berpikir apa yang Telah Terjadi
Ini sebenarnya termasuk proses pengenalan dan pengendalian emosi. Karena biasanya orang sulit mempunyai gambaran jernih terhadap suatu persoalan dalam kondisi emosi yang bermacam-macam. Pasangan suami isteri umumnya merasa lebih empati satu sama lain ketika mereka sendirian dan memikirkan pasangan mereka. Rasa bersalah biasanya muncul saat mengemudikan mobil seorang diri ke tempat kerja, di masjid saat tafakkur, menjelang tidur, saat shalat malam dan sebagainya. Dalam waktu-waktu tersebut, seseorang mempunyai waktu untuk memikirkan kembali berbagai masalah yang ia alami. Selanjutnya, memulai yang lebih baik dengan memperbaiki terlebih dulu dirinya, sebelum menuntut orang lain berlaku baik kepadanya.
  1. Cobalah Memandang Masalah dari Sudut Pandang Orang Lain
Empati adalah ketika kita dapat merasakan, apa yang orang lain rasakan dan juga dapat melihat masalah dari sudut pandang mereka. Masukilah dunia mereka dan cobalah memandang masalah dari sisi tersebut. Dengan demikian, pihak lain tidak saja hanya merasa dimengerti tapi ia merasa lebih disukai. Jadilah Pendengan Yang Baik
4.      Biasakan Menghayati Fenomena Berbagai hal yang kita Jumpai
Misalnya, saat kita melihat seorang tunanetra di tengah keramaian, nyatakan dalam hati betapa sulitnya orang itu memenuhi kebutuhannya. Langkah ini biasanya berlanjut dengan kesanggupan menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Ketika mendapati anak-anak yang mengamen di jalanan hingga larut malam, misalnya. Katakanlah pada diri sendiri, bagaimana jika mereka itu adalah anak-anak kita. Jika menyaksikan himpitan rumah gubuk di pinggiran rel kereta, bayangkanlah bila keadaan itu dialami oleh keluarga kita. Dan seterusnya. Setiap muslim harus memiliki sikap seperti ini. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang tidak peduli dengan nasib urusan kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan kaum muslimin, ” (HR Thabrani).
5.      Berlatih Mengatur dan Menagtasi Gejolak Emosi dalam Menghadapi Reaksi Positif Maupun Negatif.
Di sekitar kita, banyak peristiwa yang bisa menyulut gejolak emosi. Di rumah, seorang suami bisa saja menemui segala macam hal yang berantakan. Seorang istri mendapati suaminya tak banyak memberi nafkah. Di jalanan seorang sopir bisa menemui banyak peristiwa yang memanaskan. Dalam segala kondisi, berupaya mengendalikan emosi merupakan perjuangan berat, tapi itu perlu. Rasulullah adalah pribadi yang sangat lembut dan empati terhadap isterinya. Saat Aisyah ra jatuh sakit akibat beredarnya kabar bohong (haditsul ifki) yang menuduhnya berselingkuh, Rasulullah saw menyempatkan diri menjenguk Aisyah di rumah orang tuanya, Abu Bakar ra. Di sana Rasul menenangkan Aisyah. Sementara itu, Utsman ra lebih dulu merawat isterinya Ruqayyah yang jatuh sakit, meski saat itu ia sangat menggebu untuk terlibat di medan jihad.
6.      Latihan Berkorban Untuk Kepentingan Orang
Sebuah studi di Harvard University, Amerika Serikat, menunjukkan adanya keterkaitan yang jelas antara besarnya tanggung jawab seorang anak, dengan kecenderungan bersedia mementingkan orang lain. Empati sangat berhubungan dengan kesediaan berbuat baik (altruisme). Empati yang tinggi memperbesar kesediaan untuk menolong, untuk berbagi dan berkorban demi kesejahteraan orang lain. Kesanggupan untuk berempati sendiri adalah kesanggupan yang ada pada tiap orang. Islam juga menganjurkan orang yang memasak sayuran memperbanyak kuahnya untuk diberikan pada tetangga. Biasakan mensyukuri nikmat Allah, apapun bentuknya, dengan memberi sebagian dari apa yang kita miliki untuk orang lain, terutama yang membutuhkan.

J.       PEMBAHASAN
Di dalam pelatihan ini ada bebrapa manfaat yang kita ambil diantaranya :
1.      Peserta bisa saling mengenal satu sama lain.
2.      Peserta jadi lebih konsentrasi untuk meningkatkan empati


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perumpamaan dari Teman Terhadap Diri Saya